Sungai adalah saluran air
di permukaan bumi yang terbentuk secara alamiah dan mengalir ke laut.
Air sungai bisa berasal dari air hujan (terutama di daerah tropis) dan
bisa pula berasal dari es yang mencair di gunung atau pegunungan
(terutama di daerah empat musim). Oleh karena itu, debit air sungai bisa
sangat dipengaruhi oleh musim. Bagi kita di Indonesia yang berada di
daerah tropis, depit air sungai akan tinggi bila musim hujan dan rendah
di musim kemarau. Sementara itu, di daerah empat musim, debit aliran
sungai meningkat ketika musim dingin berakhir karena salju mencair.
Ada
beberapa jenis sungai yang terbagi berdasarkan arah aliran, sumber air,
kontinuitas dan struktur geologinya. Beberapa jenis tersebut adalah
sungai konsekuen, sungai subsekuen, sungai hujan, sungai gletser, sungai
campuran, sungai anteseden, sungai intermiten dan lain-lain.
Setiap daerah di Indonesia, dipastikan dialiri oleh sungai. Kota Medan
saja, sedikitnya dilintasi sebanyak sembilan sungai, di antaranya sungai
Belawan, sungai Deli, sungai Babura, Sungai Sikambing, sungai
Tuntungan, dan lainnya.
Banyak fungsi sungai untuk kehidupan manusia, di antaranya sebagai
sumber air rumah tangga, sumber air industri, irigasi, perikanan, sarana
transportasi, rekreasi, sedangkan pasir dan batunya dapat dimanfaatkan
sebagai bahan bangunan.
sungai di Medan
Pernahkah melihat air sungai di Medan mengalir jernih, tanpa sampah?
Pada kondisi sekarang ini, tentu ini hal yang mustahil. Karena kondisi
sungai yang melintasi Medan pada saat ini sungguh memprihatinkan.
Berbagai jenis sampah menumpuk di dalamnya. Sampah tersebut berasal dari
masyarakat sekitar sungai, maupun industri rumah tangga. Baunya sangat
menyengat, bila musim hujan tiba, dipastikan banjir akan melanda
pemukiman sekitar sungai.
Ironisnya, masyarakat sekitar sungai masih menggunakan air sungai
sebagai MCK mereka. Hal ini tentu saja sangat rentan terhadap penyakit,
terutama penyakit kulit dan diare.
Melihat sungai sangat bermanfaat dalam kehidupan, selayaknya menjaga
kelestarian sungai yang ada di sekitar kita. Banyak hal yang dapat
dilaksanakan, sebagian di antaranya adalah:
1. Menjaga kelestarian hutan di bagian hulu DAS. Air hujan yang jatuh ke
permukaan bumi akan mengalir di permukaan bumi dan kemudian masuk ke
dalam alur sungai dan mengalir sebagai aliran sungai. Kawasan di
permukaan bumi yang bila turun hujan air itu masuk ke suatu aliran
sungai tertentu disebut sebagai Daerah Aliran Sungai atau dikenal
sebagai DAS. Jadi, besar atau kecilnya debit air sungai, selain
ditentukan oleh tingginya curah hujan juga ditentukan oleh luas DAS.
2. Menjaga kelestarian tanah di wilayah pertanian. Bila kondisi tanah di
pertanian dalam kondisi baik, maka akan menampung cukup banyak air
ketika hujan turun, sehingga tidak semuanya meluap ke sungai. Luapan air
di sungai, akan membuat kondisi pinggiran sungai menjadi rusak.
3. Membuat sabuk hijau di sekitar tebing sungai. Sabuk hijau berupa
tanaman yang tumbuh di tepi sungai, berfungsi untuk menahan tanah agar
tidak erosi. Tidak adanya sabuk hijau di tepi sungai akan mengakibatkan
sungai semakin melebar.
4. Tidak membuang limbah ke sungai. Perlu kesadaran dari pemilik sebuah
usaha agar tidak membuang limbah industrinya ke dalam sungai. Limbah
yang dibuang dipastikan sudah mengandung zat kimia yang akan merusak air
dan mahkluk hidup yang berada di dalam air.
5. Tidak membuang sampah ke dalam sungai. Efek buruk dari membuang
sampah ke dalam sungai sama saja dengan membuang limbah ke dalamnya.
Kesadaran masyarakat kita untuk tidak membuang sampah sembarangan memang
masih sangat rendah. Segala sampah ada di dalam sungai. Hal ini harus
segera dihentikan. Tumpukan sampah dalam sungai akan mengakibatkan
aliran sungai terhambat. Bila curah hujan tinggi, air sungai akan meluap
dan mengakibatkan banjir.
6. Pengambilan batu dan pasir tidak berlebihan. Pasir dan batu dalam
sungai ibarat lem bagi tanah sungai. Jika diambil secara berlebihan,
tanah akan mudah tergerus.
7.Meningkatkan prokasih. Kesadaran memiliki dan mencintai lingkungan
merupakan hal yang sangat penting. Rasa memiliki akan membuat kita akan
menjaga sungar agar tidak rusak dan tetap terjaga.
Air sungai mengalir jernih, dan sesekali terlihat kecipakan ikan di
dalamnya, ditambah dengan desau angin dari celah-celah dahan pohon yang
tumbuh di sekitarnya adalah impian semua orang. Hal tersebut dapat kita
nikmati dengan cara menjaga dan melestarikan sungai.
Mulai sekarang, hiduplah rukun dengan sungai.
kunjungan industri RPL
Kamis, 24 Januari 2013
dampak hutan gundul
Planet Bumi merupakan
salah satu bagian yang kecil dari alam raya, alam semesta, jagat raya,
kosmologi atau universe. dan
Indonesia merupakan bagian yang kecil dari Planet Bumi atau dunia.
Indonesia merupakan sekumpulan
pulau (lebih dari 17.000) yang terhampar di antara Benua Asia dan Australia,
dan di antara Samudera Pasifik dan Hindia. Begitu unik posisi Indonesia pada
permukaan Planet Bumi, tepat berada di sekitar garis khatulistiwa, garis
fiktif yang membagi sama belahan bumi dengan arah horijontal.
Indonesia berada pada posisi
tengah-tengahnya Planet Bumi, ditambah keberadaan hutan tropisnya, maka
Indonesia berperan sebagai “paru-paru-nya” Planet Bumi. Ya, Indonesia adalah
gudang oksigennya Planet Bumi.
Beragam vegetasi menyelimuti
permukaan Indonesia. Vegetasi umumnya berdaun dan memiliki klorofil atau zat
hijau daun. Kontribusi klorofil terhadap kelangsungan kehidupan di Planet Bumi
cukup besar. Klorofil merupakan tempat pembentukan karbohidrat (sumber makanan)
dan oksigen, dengan bahan baku air (yang diambil dari dalam tanah melalui akar)
dan karbodioksida (yang diambil dari atmosfir), dengan menggunakan sumber
energi matahari. Keseluruh rangkaian proses disebut fotosintesis.
Pada mulanya di Planet Bumi
tidak ada kehidupan, hal berlangsung sekitar 1.000 juta tahun. Bumi hanya
merupa bola pijar yang sangat panas, dengan suhu atmosfir yang sangat
tinggi. Usia Bumi diperkirakan telah mencapai 3.000 juta tahun. Sedangkan
kehidupan di Bumi diperkirakan mulai berlangsung 2.000 juta tahun yang lalu.
Air memegang peranan yang sangat penting pada awal kemunculan kehidupan, karena
di dasar samudera mulai terbentuk mahluk sederhana dalam bentuk molekul organik
yang mengandung klorofil.
Melalui klorofil terjadilah
proses fotosintesis yang pertama. Kemudian seiring dengan pertambahan waktu,
munculah tumbuhan berklorofil yang paling sederhana. Secara perlahan namun
pasti konsentrasi karbondioksida di atmosfer terus berkurang, karena
dimanfaatkan klorofil. Di sisi lainnya konsentrasi oksigen pun terus meningkat.
Sehingga kondisi saat ini konsentrasi karbondioksida tinggal 0,03 persen,
sedangkan oksigen 21 persen. Bandingkan dengan kondisi pada saat di Bumi belum
ada kehidupan, karbondioksida mencapai 98 persen, dan oksigen sangat rendah.
Dengan makin meningkatnya kadar
oksigen di atmosfir, maka terbentuklah lapisan ozon. Lapisan ozon menyelimuti
Bumi sehingga sinar matahari yang bergelombang pendek (sinar ultra violet – UV)
bisa dipantulkan kembali ke luar
angkasa. Sinar UV berpotensi mematikan beragam kehidupan di Bumi.
Dengan makin tebalnya lapisan
ozon, maka keberadaan mahluk hidup pun berangsur-angsur berkembang, tidak hanya
di dasar samudera, tetapi juga di seluruh kedalaman perairan, di permukaan
laut, daratan sampai ke puncak pegunungan. Jenis mahluk hidup pun makin
beragam, bermula dari yang ber-sel tunggal sampai yang ber-sel majemuk. Tidak
hanya flora saja tetapi juga fauna, mulai menyebar ke seluruh pelosok permukaan
Bumi.
Adanya aktivitas klorofil yang
ada pada daun tumbuhan, menyebabkan permukaan Bumi menjadi kaya oksigen dan
suhu Bumi menjadi rata-rata 13 derajat Celsius. Bayangkan, jika tidak ada
tumbuhan maka oksigen menjadi sangat sedikit, dan suhu permukaan Bumi akan
mencapai sekitar 290 derajat Celsius. Tidak ada mahluk hidup yang akan bertahan
pada suhu setinggi itu, sebagaimana di Planet Venus yang memiliki suhu
rata-rata 477 derajat Celsius.
Dari paparan tersebut, menjadi
lebih dipahami betapa pentingnya peran tumbuh-timbuhan dalam keberlangsungan
kehidupan di Bumi.
Ternyata tanah Indonesia
merupakan tanah yang paling subur, terdapat beragan tumbuhan atau vegetasi,
tersebar mulai dari dasar samudera, kedalaman lautan, permukaan laut, pesisir,
muara, daratan rendah, dataran menengah, dataran tinggi dampai pegunungan. Tumbuhan, vegetasi atau flora sebagai
gudangnya klorofil lebih terkonsentrasi di ekosistem hutan.
Hutan merupakan tempat
berhimpunnya beragam flora dan fauna. Hutan tropis memiliki keistimewaan
tersendiri, antara lain terdapat cadangan plasma nuftah atau keanekaragaman
hayati terkaya di dunia. Sebenarnya luas daratan Indonesia hanya 1,3 persen
dari luas daratan di permukaan bumi. Namun hutan Indonesia menyimpan 11 persen spesies tumbuhan yang terdapat di
permukaan bumi. Di hutan Indonesia pun terdapat 10 persen spesies mamalia dan
16 persen spesies burung.
Namun ternyata hutan di
Indonesia terus ditelanjangi. Jika pada tahun 1950, sekitar 84 persen atau
sekitar 162 juta hektar daratan
Indonesia diselimuti hutan, kemudian tahun 1985 luas tutupan hutan tinggal
sekitar 119 juta hektar (menyusut 27 persen disbanding tahun 1950). Kemudian
pada tahun 1997, World Resource Institue (WRI) mengungkapkan, bahwa Indonesia
telah kehilangan hutan aslinya sebesar 72 persen.
Departemen Kehutanan Republik
Indonesia telah membuat Penetapan
Kawasan Hutan, tahun 1950 mencapai 162,0
juta hektar; 1992 mencapai 118,7 juta
hektar; 2003 sekitar 110,0 juta hektar;
dan 2005 tersisa 93,9 juta. Tahun 2011
ini tentu lebih menyusut lagi.
Hutan asli atau hutan “perawan”
di Indonesia memang keberadaannya makin langka. Eksploitasi dan penjarahan
hutan terjadi setiap saat, baik secara formal maupun nonformal, legal maupun illegal,
serentak terjadi di seluruh pulau.
Sebenarnya “menelanjangi” hutan
adalah langkah bunuh diri. Tanpa disadarinya manusia telah membuat kehancuran
secara permanen, tidak hanya untuk ekosistem Indonesia, tetapi untuk seluruh
Bumi. Penyusutan luas hutan sama artinya dengan mengurangi jumlah vegetasi
secara sistematis. Dengan demikian gudang-gudang klorofil yang memproduksi
oksigen dan menyerap karbondoiksida itu mulai dilenyapkan.
Ancaman serius pul sulit
terhindarkan, kelangkaan oksigen dan pemanasan global. Saat itu makin terasa,
bahwa suhu di sekitar tempat tinggal kita, di mana pun, umumnya meningkat. Ya,
lapisan ozon yang proses pembentukannya mencapai ribuan juta tahun, terus
mengalami kebocoran. Tak lain akibat sikap dan perilaku milyaran manusia, yang
masih boros dalam memanfaatkan sumberdaya alam, termasuk hutan dan energy fosil.
sejarah banjir di jakarta
Indonesia
berduka, Kota Jakarta menjadi sorotan publik akibat bencana banjir yang
menimpa sejak seminggu lalu. Kabar duka ini menjadi cobaan bagi
Indonesia, terutama bagi masyarakat Jakarta dan juga Pemerintahan DKI
Jakarta yang baru saja berjalan 100 hari. Pentingnya kita sebagai warga
negara mengetahui dan dapat berpartisipasi untuk membangkitkan kembali
kota Jakarta. Sebelumnya dibawah ini akan dibahas mengenai geografi,
iklim dan sejarah Kota Jakarta.
Geografi dan Iklim Kota Jakarta
Jakarta merupakan wilayah dataran rendah seluas 650 km2. Ketinggian tanah diukur di titik nol Tanjung Priok dari pantai sampai ke kanal banjir berkisar antara 0 m - 10 m di atas permukaan laut. Sedangkan dari batas paling selatan wilayah DKI kanal banjir berkisar antara 5 m -
50 m di atas permukaan laut. Daerah pantai merupakan daerah rawa atau
daerah yang selalu tergenang air pada musim hujan. Di daerah bagian selatan kanal banjir terdapat perbukitan rendah dengan ketinggian antara 50 m sampai 75 m.
Dari aspek iklim, wilayah DKI Jakarta termasuk tipe iklim C dan D yang menurut klasifikasi iklim Schmit Ferguson dengan curah hujan rata-rata sepanjang tahun 2000 mm. Wilayah DKI Jakarta termasuk daerah tropis beriklim panas dengan suhu rata-rata per tahun 27OC dengan kelembaban antara 80% - 90% . Temperatur tahunan maksimum 32OC dan minimum 22OC. Kecepatan angin rata-rata 11,2 km/jam.
Sejarah Kota Jakarta
Jakarta
dibangun oleh Jan Pieters Z. Coen di awal abad ke 17 dengan konsep kota
air (waterfront city) yang rentan mengalami banjir bahkan sejak awal
didirikan. Menurut catatan sejarah, Jakarta mengalami bencana banjir sejak tahun 1621. Salah satu bencana banjir terparah terjadi pada bulan Februari 1918. Saat itu hampir sebagian besar wilayah terendam air. Daerah yang terparah adalah Gunung Sahari, Kampung Tambora, Suteng, Kampung Klenteng akibat jebolnya bendungan Kali Grogol.
Perlu kita sadari bahwa Jakarta identik dengan julukan kota banjir
karena bencana ini menjadi agenda pada setiap tahun. Sampai tahun ini,
belum ada penanggulangan dan pengelolaan untuk mengatasinya. Alangkah
baiknya kita melakukan pencegahan daripada melakukan penanganan pasca
banjir. Pertama-tama, mari menganalisis penyebab dari agenda tahunan
Kota Jakarta.
11. Kepadatan Penduduk
Jakarta
sebagai ibukota menjadi sebuah kota impian dan kota tujuan urbanisasi.
Walaupun pada kenyataannya lapangan pekerjaan di Jakarta tidak sebanding
dengan peminatnya. Hal ini mengakibatkan semakin padatnya penduduk di
Jakarta.
2. . Sampah
Berkaitan
dengan kepadatan penduduk. Masalah sampah yang setiap harinya akan
bertambah tidak didukung dengan adanya pengelolaan sampah yang efektif.
Sehingga sampah semakin menumpuk. Terutama pada kebiasaan masyarakat
yang membuang sampah sembarangan dan membuangnya ke sungai. Tentunya,
ketika hujan akan mengakibatkan sampah meluap.
3. . Curah hujan yang tinggi
Seiring dengan kemajuan globalisasi, kebiasaan masyarakat yang semakin bersifat modern dapat menyumbang terjadinya global warming yang mengakibatkan perubahan iklim dan cuaca. Salah satunya adalah curah hujan yang tinggi dan musim yang tidak menentu.
4. . Pecahnya Bendungan Sungai dan Serapan Air yang buruk
Akibat
faktor-faktor diatas, bandungan sungai tidak dapat menampung air yang
lebih banyak sehingga air dapat meluap dan mengakibatkan pecahnya
bendungan sungai. Selain itu, karena perkembangan infrastruktur dan
industri yang tidak terkendali mengakibatkan hilangnya cadangan air di
Jakarta dan hilangnya lahan untuk serapan air hujan.
5. Saluran air yang belum sesuai kebutuhan
Belum adanya pengembangan saluran air yang mengalirkan air kembali ke laut yang mengakibatkan air melimpah di sungai kota.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa penyebab dari banjir Jakarta tidak bisa dititik
beratkan akibat aspek geografi dan curah hujan Kota Jakarta saja.
Tetapi, hal-hal yang bersifat intervensi dari manusia yang dapat
mengganggu alam merupakan faktor besar yang dapat menyebabkan bencana
banjir
“Telah
tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan
tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari
(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”
(Ar-Rum : 41)
tanah di P. jawa menurun
VIVAnews - Badan Geologi Departemen Energi Sumber Daya
Manusia (ESDM) menyatakan, akibat pengambilan air tanah berlebihan,
permukaan tanah di beberapa wilayah di Pulau Jawa setiap tahunnya
mengalami penurunan antara 5-9 cm. Daerah tersebut yakni Jakarta,
Bandung, Jogjakarta dan Semarang.
Kepala Pusat Lingkungan Badan Geologi ESDM Damaryanto mengatakan, berdasarkan hasil penilitian selama 40 tahun, empat daerah di Pulau Jawa terus mengalami penurunan sehingga menimbulkan cekungan tanah.
"Bila musim hujan tiba, daerah tersebut sangat berpotensi terjadi banjir karena datarannya semakin rendah," ujar Damaryanto usai rapat geologi di Hotel Horison, Bandung, Jumat 12 Desember 2008.
Dia menambahkan, penggunaan air tanah yang berlebihan menimbulkan pergesaran lempengen material tanah hingga menyebabkan terjadinya amblasan. Selain itu kondisi tanah diempat daerah tersebut masih muda dan kerap terjadi pemampetan secara alami.
Di Bandung penurunan tanah, diakibatkan pula adanya Danau Purba. Oleh karena itu untuk mengantisipasi meluasnya penurunan tanah, kini pihaknya tengah gencar melakukan pembatasan penggunaan air tanah secara besar-besaran.
"Kami melarang siapapun untuk mengambil air dibawah 200 meter dari sumber mata air," katanya. Bahkan penggunaan air tanah dengan menggunakan sumur bor, hanya diperbolehkan 100 meter kubik perharinya. meeting biologi di hotel horison.
Kepala Pusat Lingkungan Badan Geologi ESDM Damaryanto mengatakan, berdasarkan hasil penilitian selama 40 tahun, empat daerah di Pulau Jawa terus mengalami penurunan sehingga menimbulkan cekungan tanah.
"Bila musim hujan tiba, daerah tersebut sangat berpotensi terjadi banjir karena datarannya semakin rendah," ujar Damaryanto usai rapat geologi di Hotel Horison, Bandung, Jumat 12 Desember 2008.
Dia menambahkan, penggunaan air tanah yang berlebihan menimbulkan pergesaran lempengen material tanah hingga menyebabkan terjadinya amblasan. Selain itu kondisi tanah diempat daerah tersebut masih muda dan kerap terjadi pemampetan secara alami.
Di Bandung penurunan tanah, diakibatkan pula adanya Danau Purba. Oleh karena itu untuk mengantisipasi meluasnya penurunan tanah, kini pihaknya tengah gencar melakukan pembatasan penggunaan air tanah secara besar-besaran.
"Kami melarang siapapun untuk mengambil air dibawah 200 meter dari sumber mata air," katanya. Bahkan penggunaan air tanah dengan menggunakan sumur bor, hanya diperbolehkan 100 meter kubik perharinya. meeting biologi di hotel horison.
antisipasi gempa bumi
Sebelum Terjadi Gempabumi
A. Kunci Utama adalah..
Mengenali apa yang disebut gempabumi Pastikan bahwa struktur dan letak rumah Anda dapat terhindar dari bahaya yang disebabkan oleh gempabumi (longsor, liquefaction
, dll.) Mengevaluasi dan merenovasi ulang struktur bangunan Anda agar terhindar dari bahaya gempabumi.
B. Kenali Lingkungan Tempat Anda Bekerja Atau Belajar
Perhatikan letak pintu, lift serta tangga darurat, apabila terjadi gempabumi, sudah mengetahui tempat paling aman untuk berlindung.
Belajar melakukan P3K
Belajar menggunakan alat pemadam kebakaran
Catat nomor telepon penting yang dapat dihubungi pada saat terjadi gempabumi.
C. Persiapan Rutin pada tempat Anda bekerja dan tinggal
Perabotan (lemari, cabinet, dll) diatur menempel pada dinding (dipaku, diikat, dll) untuk menghindari jatuh, roboh, bergeser pada saat terjadi gempabumi.
Simpan bahan yang mudah terbakar pada tempat yang tidak mudah pecah agar terhindar dari kebakaran.
Selalu mematikan air, gas dan listrik apabila tidak sedang digunakan.
D. Penyebab celaka yang paling banyak pada saat gempabumi adalah akibat kejatuhan material
Atur benda yang berat sedapat mungkin berada pada bagian bawah
Cek kestabilan benda yang tergantung yang dapat jatuh pada saat gempabumi terjadi (misalnya lampu dll)
E. Alat yang harus ada di setiap tempat
Kotak P3K
Senter/lampu battery
Radio
Makanan suplemen dan air
Saat Terjadi Gempabumi
A. Jika Anda berada di dalam bangunan
Lindungi badan dan kepala Anda dari reruntuhan bangunan dengan bersembunyi di bawah meja dll.
Cari tempat yang paling aman dari reruntuhan dan goncangan
Lari ke luar apabila masih dapat dilakukan.
Dan usahakan agar jangan panik.
B. Jika berada di luar bangunan atau area terbuka
Menghindar dari bangunan yang ada di sekitar Anda seperti gedung, tiang listrik, pohon, dll
Perhatikan tempat Anda berpijak, hindari apabila terjadi rekahan tanah.
C. Jika Anda sedang mengendarai mobil
Keluar, turun dan menjauh dari mobil hindari jika terjadi pergeseran atau kebakaran. Lakukan point B.
D. Jika Anda tinggal atau berada di pantai
Jauhi pantai untuk menghindari bahaya tsunami. Usahakan lari ke tempat yang lebih tinggi,seperti ke bukit atau gunung.
E. Jika Anda tinggal di daerah pegunungan
Apabila terjadi gempabumi, hindari daerah yang mungkin terjadi longsoran.
Setelah Terjadi Gempabumi
A. Jika Anda berada di dalam bangunan
Keluar dari bangunan tersebut dengan tertib.
Jangan menggunakan tangga berjalan atau lift, gunakan tangga biasa. [tangga emergency]
Periksa apa ada yang terluka, lakukan P3K.
Telepon atau mintalah pertolongan apabila terjadi luka parah pada Anda atau sekitar Anda.
B. Periksa lingkungan sekitar Anda
Periksa apabila terjadi kebakaran.
Periksa apabila terjadi kebocoran gas.
Periksa apabila terjadi hubungan arus pendek listrik.
Periksa aliran dan pipa air.
Periksa apabila ada hal-hal yang membahayakan (mematikan listrik, tidak menyalakan api, dll)
C. Jangan mamasuki bangunan yang sudah terkena gempa
karena kemungkinan masih terdapat reruntuhan.
D. Jangan berjalan di sekitar bangunan,atau tiang listrik
Karena kemungkinan terjadi bahaya susulan masih ada.
E. Mendengarkan informasi.
Dengarkan informasi mengenai gempabumi dari radio (apabila terjadi gempa susulan).
Jangan mudah terpancing oleh isu atau berita yang tidak jelas sumbernya.
F. Jangan panik dan jangan lupa selalu berdo'a kepada Tuhan YME demi keamanan dan keselamatan kita semuanya.
pemanasan Global
Pemanasan global (Inggris: global warming) adalah suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi.
Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia"[1] melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.
Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca pada masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil.[1] Ini mencerminkan besarnya kapasitas kalor lautan.
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrem,[2] serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.
Beberapa hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi pada masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca
Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya.
Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan suhu rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F) dari suhunya semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global.
Efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan kembali radiasi infra merah ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-nya menghasilkan pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat). Walaupun demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik uap air dan dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat.[3]
Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es.[4] Ketika suhu global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air di bawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.
Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif.
Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah.[5]
Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi Matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuwan dari Duke University memperkirakan bahwa Matahari mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan suhu rata-rata global selama periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000.[10] Stott dan rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat perkiraan berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan pengaruh Matahari; mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah dipandang remeh.[11] Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.
Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuwan dari Amerika Serikat, Jerman dan Swiss menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat "keterangan" dari Matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus Matahari hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat "keterangannya" selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap pemansan global.[12][13] Sebuah penelitian oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan global dengan variasi Matahari sejak tahun 1985, baik melalui variasi dari output Matahari maupun variasi dalam sinar kosmis.[14]
Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia"[1] melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.
Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca pada masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil.[1] Ini mencerminkan besarnya kapasitas kalor lautan.
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrem,[2] serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.
Beberapa hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi pada masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca
Penyebab pemanasan global
Efek rumah kaca
Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, sulfur dioksida dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya.
Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan suhu rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F) dari suhunya semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global.
Efek umpan balik
Anasir penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembapan relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat).[3] Umpan balik ini hanya berdampak secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer.Efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan kembali radiasi infra merah ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-nya menghasilkan pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat). Walaupun demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik uap air dan dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat.[3]
Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es.[4] Ketika suhu global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air di bawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.
Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif.
Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah.[5]
Variasi Matahari
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Variasi Matahari
Terdapat hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari Matahari, dengan
kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat memberi
kontribusi dalam pemanasan saat ini.[6] Perbedaan antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas Matahari akan memanaskan stratosfer
sebaliknya efek rumah kaca akan mendinginkan stratosfer. Pendinginan
stratosfer bagian bawah paling tidak telah diamati sejak tahun 1960,[7] yang tidak akan terjadi bila aktivitas Matahari menjadi kontributor utama pemanasan saat ini. (Penipisan lapisan ozon
juga dapat memberikan efek pendinginan tersebut tetapi penipisan
tersebut terjadi mulai akhir tahun 1970-an.) Fenomena variasi Matahari
dikombinasikan dengan aktivitas gunung berapi mungkin telah memberikan
efek pemanasan dari masa pra-industri hingga tahun 1950, serta efek
pendinginan sejak tahun 1950.[8][9]Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi Matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuwan dari Duke University memperkirakan bahwa Matahari mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan suhu rata-rata global selama periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000.[10] Stott dan rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat perkiraan berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan pengaruh Matahari; mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah dipandang remeh.[11] Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.
Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuwan dari Amerika Serikat, Jerman dan Swiss menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat "keterangan" dari Matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus Matahari hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat "keterangannya" selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap pemansan global.[12][13] Sebuah penelitian oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan global dengan variasi Matahari sejak tahun 1985, baik melalui variasi dari output Matahari maupun variasi dalam sinar kosmis.[14]
kebersihan air
Air, Sanitasi & Kebersihan
© UNICEF Indonesia/2007/Purnomo |
Kami mendukung prakarsa yang memungkinkan masyarakat untuk memainkan peran penting dalam mengembangkan dan mengelola ‘sanitasi total berbasis masyarakat’ yakni ketika lima pilar utama sanitasi ditangani dan dicermati secara memadai: penghentian buang air besar secara sembarangan, promosi cuci tangan pakai sabun, peningkatan pengolahan air rumah tangga, pengelolaan sampah padat dan pengelolaan limbah cair dan saluran pembuangan secara tepat.
Bagian utama dari kegiatan UNICEF di Indonesia adalah penanganan cakupan sanitasi yang rendah dan kebersihan yang kurang
UNICEF bekerja dengan pemerintah daerah dan komunitas setempat untuk mengembangkan model praktek terbaik untuk program sanitasi masyarakat, berbagi keahlian dan mengembangkan kapasitas untuk melaksanakan lima pilar dan kemudian membantu masyarakat untuk mendapatkan dan memanfaatkan pengalaman mereka dan menyebarluaskan pengalaman tersebut dengan masyarakat lainnya.
UNICEF juga memberikan bantuan teknis kepada pemerintah untuk mengembangkan kebijakan air dan sanitasi yang lebih baik di daerah perkotaan, di mana jumlah penduduk yang meningkat dan sumber daya pemerintah yang semakin terbagi membuat tertekannya penempatan sumber daya pada sarana dan prasarana.
Mengetahui bahwa anak dapat berperan sangat efektif dalam mengubah perilaku masyarakat mereka yang lebih luas, kami juga mendukung prakarsa kebersihan dan sanitasi berbasis sekolah melalui pemberian panduan tentang bagaimana meningkatkan fasilitas dan sarana sanitasi di sekolah, dan mengembangkan serta melaksanakan promosi kebersihan yang efektif di kelas-kelas. Ini tidak hanya membantu mempromosikan kebersihan yang baik dan arti penting sanitasi yang tepat di suatu komunitas, namun juga meningkatkan lingkungan fisik pembelajaran sehingga anak didorong untuk bersekolah dan berprestasi lebih baik di sekolah.
http://www.unicef.org/indonesia/id/wes.html
analisis dampak lingkungan
Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah
hasil studi atau telaah secarah cermat tentang dampak penting suatu
kagiatan yang dapat digunakan dalam pengambilan keputusan terhadap
kegiatan atau proyek yang akan dilaksanakan, sedangkan Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah keseluruhan dari hsil studi yang
disusun secara sistematis dan merupakan satu kesatuan dalam bentuk
dokumentasi yang diperlukan dalam proses pengambilan keputusan.
Dengan adanya AMDAL pengambil keputusan mencoba melihat :
- Apakah ada dampak pada kualitas lingkungan hidup yang melampaui batas toleransi yang sudah ditetapkan
- Apakah dalam menimbulkan dampak pada proyek lain atau kegiatan lain sehingga dapat menimbulkan komplik
- Apakah akan menimbulkan dampak negatif yang tidak dapat ditoleransi serta membahayakan keselamatan masyarakat
- sejauhmana pengaruhnya pada pengelolaan lingkungan yang lebih luas.
Suatu rencana kegiatan dapat dinyatakan
tidak layak lingkungan, jika berdasarkan hasil kajian AMDAL, dampak
negatif yang timbulkannya tidak dapat ditanggulangi oleh teknologi yang
tersedia. Demikian juga, jika biaya yang diperlukan untuk menanggulangi
dampak negatif lebih besar daripada manfaat dari dampak positif yang
akan ditimbulkan, maka rencana kegiatan tersebut dinyatakan tidak layak
lingkungan. Suatu rencana kegiatan yang diputuskan tidak layak
lingkungan tidak dapat dilanjutkan pembangunannya.
Kesadaran lingkungan
PEMBANGUNAN yang dilakukan dengan
mengabaikan pertimbangan keselamatan lingkungan dan generasi
mendatang hanya akan menghasilkan pembangunan yang merusak.
Pembangunan yang dilakukan hanya untuk meraih pertumbuhan ekonomi
semata-mata akan lebih banyak menghasilkan keserakahan yang membawa
bencana daripada manfaat untuk umat manusia.
Ini merupakan kesalahan yang tidak
pernah diperhitungkan para pelaku ekonomi yang rakus. Padahal, jelas
bahwa peningkatan kesejahteraan dalam paradigma pertumbuhan ekonomi
akan melahirkan sesuatu yang pasti: kerusakan lingkungan.
Keberhasilan paradigma pertumbuhan
ekonomi dalam meningkatkan kesejahteraan kerap harus dicapai melalui
pengorbanan yang berupa deteriorasi ekologis baik yang berwujud soil
depletion, penyusutan nonrenewable resources maupun desertifikasi.
Ternyata upaya mewujudkan pembangunan ekonomi bukannya tanpa
pengorbanan yang membahayakan. Berbagai kasus terakhir menunjukkan
begitu sering masyarakat kecil di sekitar kawasan pegunungan (dataran
rendah) menjadi amukan badai banjir lumpur akibat resapan yang sudah
tidak lagi memadai.
Sikap Gereja
Atas dasar itu, perhatian terhadap
keselamatan lingkungan dan menanamkan sejak dini kesadaran lingkungan
sangat perlu dilakukan.
Hal itu yang dilakukan dalam sidang para
uskup dalam Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan menegaskan
kembali komitmen Gereja Katolik untuk terlibat dan bertanggung jawab
dalam penyelamatan lingkungan hidup. KWI menyatakan keprihatinan atas
kerusakan lingkungan hidup yang makin parah dewasa ini.
Pesan pastoral tentang lingkungan
tersebut ditandatangani Ketua Presidium KWI yang baru Mgr Ignatius
Suharyo dan Mgr Johannes Pujasumarta (Sekretaris Jenderal). Pesan
pastoral KWI 2012 kali ini menyoroti masalah lingkungan sebagai
sebuah penegasan kembali peran Gereja Katolik dalam upaya
melestarikan lingkungan.
KWI melihat tata kelola keadaban
lingkungan merupakan persoalan besar bangsa ini. Setiap hari kita
menyaksikan hutan, bumi serta alam semesta dirusak dan dieksploitasi.
Hutan dan sumber daya alam lainnya di kawasan Kalimantan, Sumatera,
dan Papua menjadi saksi sebuah tata kelola lingkungan yang tidak
menyentuh harkat dan martabat manusia.
Gereja menyadari rusaknya keadaban
lingkungan ini sebagai sebuah cermin nilai kemanusiaan yang makin
merosot. Berbagai bencana alam terjadi karena seringnya kesalahan
cara pandang manusia terhadap alam. Dalam melihat dan memperlakukan
alam kita sering menggunakan cara pandang antroposentris. Pandangan
antroposentris menempatkan manusia sebagai pusat dari alam, bahkan
dipahami sebagai penguasa atas alam yang boleh melakukan apa pun.
Sejauh ini Gereja sudah lama menaruh
keprihatinan atas masalah lingkungan yang berakibat buruk pada
manusia. Paus Paulus VI dalam Ensiklik Populorum Progressio (1967, No
12) sudah mengingatkan semua pihak bahwa masyarakat setempat harus
dilindungi dari kerakusan pendatang.
Begitu pula Paus Yohanes II dalam
Ensiklik Sollicitudo Rei Socialis (1987, No 34) yang menekankan alam
ciptaan sebagai kosmos tidak boleh digunakan semaunya dan
pengelolaannya harus tunduk pada tuntunan moral. Dampak pengelolaan
yang tidak bermoral tidak hanya dirasakan manusia saat ini, juga
generasi mendatang.
Selanjutnya Paus Benediktus XVI dalam
Ensiklik Caritas in Veritate (2009, No 48) juga menyadarkan bahwa
alam adalah anugerah Allah untuk semua orang. Karenanya harus
dikelola secara bertanggung jawab bagi seluruh umat manusia.
Dalam pesan pastoral tahun ini, kepada
kalangan pebisnis, KWI berpesan tidak hanya mengejar keuntungan
ekonomis, tetapi juga keuntungan sosial. Manfaat sosial itu berupa
terpenuhinya hak hidup masyarakat setempat dan adanya jaminan bahwa
sumber daya alam akan tetap cukup tersedia untuk generasi yang akan
datang.
Gereja berharap gerakan ekopastoral ini
menjadi bagian penting untuk memperbaiki sikap manusia terhadap alam.
Gereja Katolik Indonesia menaruh perhatian besar pada masalah
lingkungan. Gereja melakukan banyak usaha seperti edukasi, advokasi
dan negosiasi dalam mengatasi perusakan lingkungan yang masih
berlangsung.
Batas Keseimbangan Alam
Alam memiliki batas-batasnya sendiri.
Ketidakseimbangan alam yang ditandai dengan berbagai bencana di
berbagai tempat menjadi refleksi serius Gereja tahun ini. Gereja
menyadari kehancuran lingkungan hidup merupakan buah dari sistem
ekonomi yang dijalankan dalam semangat penuh keserakahan.
Tuhan menciptakan alam semesta untuk
diolah demi terciptanya kesejahteraan bersama. Alam perlu diolah dan
dimanfaatkan dalam batas-batas kewajarannya. Namun, kenyataannya
watak rakus penguasa dan pengusaha justru sering mengabaikan
keseimbangannya.
Mereka menghabiskan kekayaan alam hanya
untuk memperkaya dirinya sendiri. Dampaknya, manusia bukan hanya
mudah terkena bencana, melainkan juga karena mereka sedikit demi
sedikit mulai terasing dari alam semesta.
Kini manusia mulai kehilangan dayanya
untuk mengembalikan alam sesuai dengan keseimbangannya. Alam telah
dirusak oleh watak manusia yang hanya mementingkan dirinya sendiri
serta generasinya sendiri tanpa memikirkan yang akan datang.
Di negeri ini, begitu jelas batas
kewajaran alam sering dirusak pula melalui upaya sistematis kebijakan
publik yang hanya berpikir jangka pendek. Negara tak lagi memikirkan
untuk apa semua dilakukan kecuali hanya untuk kepentingan politik
jangka pendek.
Hutan Indonesia yang menjadi tumpuan dunia untuk bisa
bertahan lebih lama semakin hari semakin keropos. Kenyataan ini
didukung oleh lemahnya penegakan hukum atas setiap penyelewengan yang
terjadi.
Alam tidak lagi bersahabat dengan
manusia saat keseimbangannya diluluhlantakkan atas nama pertumbuhan
ekonomi.
Banjir bandang dan tanah longsor yang terjadi setiap saat,
tidak pernah menjadi pengingat yang baik, bahwa hal tersebut terjadi
karena satu-satunya alasan yang valid, yakni ketika alam tidak lagi
dihargai keseimbangannya. Saat alam diperas kekayaannya hanya untuk
kepentingan politik ekonomi kaum tertentu.
Saat ini kita sudah berkali-kali
merasakan akibat atas murkanya alam ini. Tapi, kita tidak pernah
memahami dengan sungguh-sungguh. Beberapa tahun yang akan datang,
dampak yang lebih hebat atas kemurkaan alam ini jelas akan datang
bila tidak ada langkah konkret, reflektif dan menyadari sepenuh hati
dalam bentuk kebijakan yang berwawasan lingkungan.
Sabtu, 19 Januari 2013
tips burung pleci agar cepat buka aruh
Tujuan lain adalah agar pleci Anda bisa
meniru ocehan pleci yang sudah bagus, sekaligus bisa membuatnya
terprovokasi oleh keberadaan pleci lainnya sehingga bisa mencapai top
form. Itu adalah salah satu contoh yang biasa dilakukan plecimania agar
burungnya bisa cepat buka paruh.
Tidak ada yang salah dari cara-cara tersebut, bahkan bisa membuat pleci
lebih cepat jinak. Tapi dari sebuah tulisan di forum burung asia
dijelaskan, sebenarnya ada hal lain yang lebih objektif jika tujuannya
sekadar mempercepat buka paruh, mendengarkan nyanyiannya, dan mengamati
perilakunya.
Empat hal objektif dalam perawatan pleci
Sedikitnya ada empat hal objektif dalam perawatan pleci agar cepat buka paruh, yaitu:- Kebersihan kandang. Ini merupakan syarat utama agar pleci bisa mencapai kondisi puncak.
- Keberadaan burung lain di sekitar pleci yang tidak membuatnya ketakutan atau terintimadasi.
- Makanan. Inilah salah satu aspek penting yang tidak bisa diabaikan, baik pakan racikan yang dikustomisasi maupun pakan yang sudah baku. Pastikan pleci Anda memperoleh asupan buah-buahan segar, nektar, serta air bersih.
- Mandi, karena ada hal penting di balik fungsi mandi.
Selain jarang mendapat pasangan, ia pun lebih sering dikejar-kejar oleh burung jantan lainnya. Hal ini membuat pleci berbulu kusam merasa terasing dan tersingkirkan, serta membuatnya tidak akan pernah bisa mencapai top form. Kesimpulannya, makin sering memandikan pleci, makin cepat pula ia mencapai puncak performa.
Jadi ketika Anda rutin mempertemukan pleci dengan sesama pleci lainnya, atau mengajaknya jalan-jalan, dengan harapan agar cepat buka paruh atau meniru kegacoran pleci yang lainnya, tentu harapan itu sulit terwujud tidak diimbangi dengan empat hal objektif seperti dijelaskan di atas.
Sebagai tambahan, cobalah gantang pleci di dekat dengan burung yang rajin berbunyi seperti kutilang, kenari, atau finch, dengan posisi berbeda-beda setiap harinya. Bisa juga mengajak pleci jalan-jalan ke pasar burung, lalu menggantungnya di dekat burung lain.
jagalah kebersihan
Indonesia bisa dikatakan menjadi salah satu negara yang kurang bisa
menjaga kebersihan lingkungan. Semenjak dahulu hingga kini, salah satu
persoalan negeri ini masih berkutat seputar kebersihan lingkungan yang
semakin hari semakin semrawut. Sampah menjadi momok yang belum
terselesaikan dan tragisnya menjadi salah satu penyebab bencana nasional
berupa banjir.
Bahkan, ibukota negara Jakarta tak luput dari banjir yang mengakibatkan lumpuhnya beberapa aktivitas. Bencana yang melanda setiap tahun tersebut nampaknya kurang mendapat penanganan serius dari pemerintah. Idealnya, bencana yang sudah menjadi “langganan” setiap tahun lebih mendapat penanganan serius dengan belajar dari bencana-bencana sebelumnya.
Jika berbicara siapa yang bertanggung jawab terhadap kebersihan lingkungan, kita semua pasti sepakat jika lingkungan menjadi tanggung jawab bersama, baik masyarakat maupun pemerintah. Untuk menjaga agar lingkungan bebas dari sampah tidak hanya diserahkan pada pemerintah saja. Tempat-tempat pembuangan sampah yang telah disediakan, walaupun jumlahnya terbatas, sering tidak dimanfaatkan secara optimal.
Kesadaran masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya masih rendah. Masyarakat masih sering membuang sampah di sungai, pinggir jalan, dan di tempat-tempat yang sebenarnya tidak difungsikan sebagai tempat pembuangan sampah. Bahkan, membuang bungkus makanan ringan, kertas atau barang-barang kecil pun masih sesuka hati, tinggal melempar kemanapun tangan ingin melempar. Coba kita bayangkan, jika satu orang membuang satu bungkus permen di sembarang tempat, dapat dihitung berapa ratus juta bungkus permen jika seluruh orang indonesia melakukan hal yang sama. Hal-hal kecil seperti itulah yang mesih diremehkan oleh masyarakat.
Jadi, untuk mewujudkan agar lingkungan tetap bersih, kita tidak perlu menggantungkan pada salah satu pihak. Ibarat timbangan, jika timbangan itu berat sebelah. maka tidak akan terjadi keseimbangan. Timbangan akan njomplang. Kesadaran masing-masing individu untuk senantiasa menjaga kebersihan menjadi sesuatu yang sangat penting. Meskipun menumbuhkan kesadaran tidaklah mudah, tapi bukan berarti sesuatu yang mustahil.
Selain itu, pemberian keteladanan menjadi sesuatu yang amat berharga dan pantas dikembangkan.
Keteladanan ini dapat diberikan oleh siapapun. Salah satu kekurangan pendidikan terhadap generasi muda adalah kurangnya keteladanan dari generasi tua. Proses pendidikan lebih berpusat pada transfer ilmu secara lisan, namun penerapan melalui perilaku masih kurang. Dalam hal ini, generasi tua juga perlu memberikan keteladanan bagi generasi yang lebih muda untuk menjaga kebersihan lingkungan.
sumber; http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=4&dn=20080524220134
Bahkan, ibukota negara Jakarta tak luput dari banjir yang mengakibatkan lumpuhnya beberapa aktivitas. Bencana yang melanda setiap tahun tersebut nampaknya kurang mendapat penanganan serius dari pemerintah. Idealnya, bencana yang sudah menjadi “langganan” setiap tahun lebih mendapat penanganan serius dengan belajar dari bencana-bencana sebelumnya.
Jika berbicara siapa yang bertanggung jawab terhadap kebersihan lingkungan, kita semua pasti sepakat jika lingkungan menjadi tanggung jawab bersama, baik masyarakat maupun pemerintah. Untuk menjaga agar lingkungan bebas dari sampah tidak hanya diserahkan pada pemerintah saja. Tempat-tempat pembuangan sampah yang telah disediakan, walaupun jumlahnya terbatas, sering tidak dimanfaatkan secara optimal.
Kesadaran masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya masih rendah. Masyarakat masih sering membuang sampah di sungai, pinggir jalan, dan di tempat-tempat yang sebenarnya tidak difungsikan sebagai tempat pembuangan sampah. Bahkan, membuang bungkus makanan ringan, kertas atau barang-barang kecil pun masih sesuka hati, tinggal melempar kemanapun tangan ingin melempar. Coba kita bayangkan, jika satu orang membuang satu bungkus permen di sembarang tempat, dapat dihitung berapa ratus juta bungkus permen jika seluruh orang indonesia melakukan hal yang sama. Hal-hal kecil seperti itulah yang mesih diremehkan oleh masyarakat.
Jadi, untuk mewujudkan agar lingkungan tetap bersih, kita tidak perlu menggantungkan pada salah satu pihak. Ibarat timbangan, jika timbangan itu berat sebelah. maka tidak akan terjadi keseimbangan. Timbangan akan njomplang. Kesadaran masing-masing individu untuk senantiasa menjaga kebersihan menjadi sesuatu yang sangat penting. Meskipun menumbuhkan kesadaran tidaklah mudah, tapi bukan berarti sesuatu yang mustahil.
Selain itu, pemberian keteladanan menjadi sesuatu yang amat berharga dan pantas dikembangkan.
Keteladanan ini dapat diberikan oleh siapapun. Salah satu kekurangan pendidikan terhadap generasi muda adalah kurangnya keteladanan dari generasi tua. Proses pendidikan lebih berpusat pada transfer ilmu secara lisan, namun penerapan melalui perilaku masih kurang. Dalam hal ini, generasi tua juga perlu memberikan keteladanan bagi generasi yang lebih muda untuk menjaga kebersihan lingkungan.
sumber; http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=4&dn=20080524220134
Go Green
Pemanasan Global Ancam Keberlangsungan Spesies di Kalimantan
Hutan tropis di Kalimantan
Suhu yang menghangat di Samudera Hindia dan tingginya frekuensi El Nino menyebabkan kondisi kering di hutan Kalimantan. Ini menyebabkan beberapa spesies terancam keberlangsungan hidupnya karena sulit beradaptasi dengan panasnya Bumi.
Menurut hasil penelitian yang diterbitkan Journal of Geophysical Research-Biogeosciences, deforestasi menyebabkan hutan Kalimantan sudah terlalu rusak. Masa depan hutan ini sekarang mulai meredup.
"Bahkan spesies pohon yang bisa beradaptasi dengan cuaca kering masih berisiko punah," demikian pernyataan yang dirilis American Geophysical Union (AGU), Rabu (18/7). "Sebagian kecil spesies yang tidak bisa beradaptasi, berada dalam risiko terancam punah lebih besar."
Hasil ini tidaklah mengejutkan karena pernah terjadi di Hutan Amazon, Amerika Selatan. Ada spesies yang sulit beradaptasi dengan kekeringan dan kebakaran hutan.
Dikatakan Ismayadi Samsoedin dari Badan Litbang Kementerian Kehutanan, memang ada beberapa spesies yang kini masuk endangered di Kalimantan. "Anggrek hitam (Coelogyne pandurata) yang dulu terkenal di Kalimantan Timur kini jadi berkurang populasinya karena perubahan iklim," katanya saat berbincang dengan National Geographic Indonesia, Kamis (19/7).
Anggrek hitam (Coelogyne Pandurata)
Anggrek ini hanya tumbuh di Pulau Kalimantan dan menjadi maskot Provinsi Kaltim. Meski masih bisa ditemukan di cagar alam Kersik Luway, jumlahnya dalam tahap yang memprihatinkan.
Kayu ulin atau kayu besi (Eusideroxylon zwageri) juga masuk dalam spesies yang nyaris musnah. Kelangkaan kayu ini bahkan lebih terasa karena mengandung nilai ekonomi tinggi. "Buah-buahan liar seperti rambutan, durian, dan menteng hutan, juga terancam populasinya karena proses pengambilan yang kurang baik dari warga sekitar," tambah Ismayadi.
Sayangnya dengan kondisi semacam ini, Kemenhut sulit menerapkan kebijakan sebagai bentuk pencegahan perusakan lebih lanjut. Sejak otonomi daerah diterapkan sepuluh tahun lalu, Kemenhut hanya bisa memberi saran atau masukan.
Jika pun ada Keputusan Menteri (Kepmen), belum ada yang sifatnya nyata untuk konservasi tumbuhan yang belum dikenal. Malah, saat ini lebih subur pembangunan tambang batu bara, penebangan hutan untuk kelapa sawit, dan perkebunan karet.
"Hingga saat ini belum ada Kepmen yang bisa menjaga hutan Kalimantan dengan baik," ujar Ismayadi.
PERLINDUNGAN MASYARAKAT SEKITAR PERUSAHAAN INDUSTRI
PERLINDUNGAN MASYARAKAT SEKITAR PERUSAHAAN INDUSTRI
Masyarakat sekitar suatu perusahaan industri harus dilindungi dari
pengaruh-pengaruh buruk yang mungkin ditimbulkan oleh industrialisasi
dari kemungkinan pengotoran udara, air, makanan, tempat sekitar dan lain
sebagainya yang mungkin dapat tercemari oleh limbah perusahaan
industri.Semua perusahaan industri harus memperhatikan kemungkinan adanya pencemaran lingkungan dimana segala macam hasil buangan sebelum dibuang harus betul-betul bebas dari bahan yang bisa meracuni.
Untuk maksud tersebut, sebelum bahan-bahan tadi keluar dari suatu industri harus diolah dahulu melalui proses pengolahan. Cara pengolahan ini tergantung dari bahan apa yang dikeluarkan. Bila gas atau uap beracun bisa dengan cara pembakaran atau dengan cara pencucian melalui peroses kimia sehingga uadara/uap yang keluar bebas dari bahan-bahan yang berbahaya. Untuk udara atau air buangan yang mengandung partikel/bahan-bahan beracun, bisa dengan cara pengendapan, penyaringan atau secara reaksi kimia sehingga bahan yang keluar tersebut menjadi bebas dari bahan-bahan yang berbahaya.
Pemilihan cara ini pada umunya didasarkan atas faktor-faktor
a) Bahaya tidaknya bahan-bahan buangan tersebut
b) Besarnya biaya agar secara ekonomi tidak merugikan
c) Derajat efektifnya cara yang dipakai
d) Kondisi lingkungan setempat
Selain oleh bahan bahan buangan, masyarakat juga harus terlindungi dari bahaya-bahaya oleh karena produk-produknya sendiri dari suatu industri. Dalam hal ini pihak konsumen harus terhindar dari kemungkinan keracunan atau terkenanya penyakit dari hasil-hasil produksi. Karena itu sebelum dikeluarkan dari perusahaan produk-produk ini perlu pengujian telebih dahulu secara seksama dan teliti apakah tidak akan merugikan masyarakat.
Perlindungan masyarakat dari bahaya-bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh produk-produk industi adalah tugas wewenang Departeman Perindustrian, PUTL, Kesehatan dan lain-lain. Dalam hal ini Lembaga Konsumen Nasional akan sangat membantu masyarakat dari bahaya-bahaya ketidakbaikan hasil-hasil produk khususnya bagi para konsumen umumnya bagi kepentingan masyarakat secara luas.
Berdasarkan data dari Biro Pelatihan Tenaga Kerja, penyebab kecelakaan yang pernah terjadi sampai saat ini adalah diakibatkan oleh perilaku yang tidak aman sebagai berikut,
- sembrono dan tidak hati-hati
- tidak mematuhi peraturan
- tidak mengikuti standar prosedur kerja.
- tidak memakai alat pelindung diri
- kondisi badan yang lemah
tidak bisa dihindarkan (seperti bencana alam), selain itu 24% dikarenakan
lingkungan atau peralatan yang tidak memenuhi syarat dan 73% dikarenakan
perilaku yang tidak aman. Cara efektif untuk mencegah terjadinya kecelakaan
kerja adalah dengan menghindari terjadinya lima perilaku tidak aman yang telah
disebutkan di atas.
Sebab-Sebab terjadinya Kecelakaan
Ada dua sebab utama terjadinya suatu kecelakaan.
- tindakan yang tidak aman
- kondisi kerja yang tidak aman Suatu
Beberapa contoh tindakan yang tidak aman:
a) Memakai peralatan tanpa menerima pelatihan yang tepat
b) Memakai alat atau peralatan dengan cara yang salah
c) Tanpa memakai perlengkapan alat pelindung, seperti kacamata pengaman, sarung tangan atau pelindung kepala
d) Bersendang gurau, tidak konsentrasi, bermain-main dengan teman sekerja atau alat perlengkapan lainnya.
e) sikap tergesa-gesa dalam melakukan pekerjaan dan membawa barang berbahaya di tenpat kerja
f) Membuat gangguan atau mencegah orang lain dari pekerjaannya atau mengizinkan orang lain mengambil alih pekerjaannya, padahal orang tersebut belum mengetahui pekerjaan tersebut.
sumber; http://rikihamdanielektro.wordpress.com/2011/11/19/perlindungan-masyarakat-sekitar-perusahaan-industri/
Masalah Lingkungan Dalam Pembangunan Pertambangan Energi
Masalah Lingkungan Dalam Pembangunan Pertambangan Energi
Jumlah penduduk dunia terus meningkat setiap tahunnya, sehingga peningkatan kebutuhan energi pun tak dapat dielakkan.
Dewasa ini, hampir semua kebutuhan energi manusia diperoleh dari
konversi sumber energi fosil, misalnya pembangkitan listrik dan alat
transportasi yang menggunakan energi fosil sebagai sumber energinya.
Secara langsung atau tidak langsung hal ini mengakibatkan dampak negatif
terhadap lingkungan dan kesehatan makhluk hidup karena sisa pembakaran
energi fosil ini menghasilkan zat-zat pencemar yang berbahaya.Pencemaran
udara terutama di kota-kota besar telah menyebabkan turunnya kualitas
udara sehingga mengganggu kenyamanan lingkungan bahkan telah menyebabkan
terjadinya gangguan kesehatan. Menurunnya kualitas udara tersebut
terutama disebabkan oleh penggunaan bahan bakar fosil yang tidak
terkendali dan tidak efisien pada sarana transportasi dan industri yang
umumnya terpusat di kota-kota
besar, disamping kegiatan rumah tangga dan kebakaran hutan. Hasil
penelitian dibeberapa kota besar (Jakarta, Bandung, Semarang dan
Surabaya) menunjukan bahwa kendaraan bermotor merupakan sumber utama
pencemaran udara. Hasil penelitian di Jakarta menunjukan bahwa kendaraan
bermotor memberikan kontribusi pencemaran CO sebesar 98,80%, NOx
sebesar 73,40% dan HC sebesar 88,90% (Bapedal, 1992).
Secara umum, kegiatan eksploitasi dan pemakaian sumber energi dari alam untuk memenuhi kebutuhan manusia akan selalu menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan (misalnya udara dan iklim, air dan tanah). Berikut ini disajikan beberapa dampak negatif penggunaan energi fosil terhadap manusia dan lingkungan:
Dampak Terhadap Udara dan Iklim
Selain menghasilkan energi, pembakaran sumber energi fosil (misalnya: minyak bumi, batu bara) juga melepaskan gas-gas, antara lain karbon dioksida (CO2), nitrogen oksida (NOx),dan sulfur dioksida (SO2) yang menyebabkan pencemaran udara (hujan asam, smog dan pemanasan global).
Emisi NOx (Nitrogen oksida) adalah pelepasan gas NOx ke udara. Di udara, setengah dari konsentrasi NOx berasal dari kegiatan manusia (misalnya pembakaran bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik dan transportasi), dan sisanya berasal dari proses alami (misalnya kegiatan mikroorganisme yang mengurai zat organik). Di udara, sebagian NOx tersebut berubah menjadi asam nitrat (HNO3) yang dapat menyebabkan terjadinya hujan asam.
Emisi SO2 (Sulfur dioksida) adalah pelepasan gas SO2 ke udara yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dan peleburan logam. Seperti kadar NOx di udara, setengah dari konsentrasi SO2 juga berasal dari kegiatan manusia. Gas SO2 yang teremisi ke udara dapat membentuk asam sulfat (H2SO4) yang menyebabkan terjadinya hujan asam.
Emisi gas NOx dan SO2 ke udara dapat bereaksi dengan uap air di awan dan membentuk asam nitrat (HNO3) dan asam sulfat (H2SO4) yang merupakan asam kuat. Jika dari awan tersebut turun hujan, air hujan tersebut bersifat asam (pH-nya lebih kecil dari 5,6 yang merupakan pH “hujan normal”), yang dikenal sebagai “hujan asam”. Hujan asam menyebabkan tanah dan perairan (danau dan sungai) menjadi asam. Untuk pertanian dan hutan, dengan asamnya tanah akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman produksi. Untuk perairan, hujan asam akan menyebabkan terganggunya makhluk hidup di dalamnya. Selain itu hujan asam secara langsung menyebabkan rusaknya bangunan (karat, lapuk).
Smog merupakan pencemaran udara yang disebabkan oleh tingginya kadar gas NOx, SO2, O3 di udara yang dilepaskan, antara lain oleh kendaraan bermotor, dan kegiatan industri. Smog dapat menimbulkan batuk-batuk dan tentunya dapat menghalangi jangkauan mata dalam memandang.
Secara umum, kegiatan eksploitasi dan pemakaian sumber energi dari alam untuk memenuhi kebutuhan manusia akan selalu menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan (misalnya udara dan iklim, air dan tanah). Berikut ini disajikan beberapa dampak negatif penggunaan energi fosil terhadap manusia dan lingkungan:
Dampak Terhadap Udara dan Iklim
Selain menghasilkan energi, pembakaran sumber energi fosil (misalnya: minyak bumi, batu bara) juga melepaskan gas-gas, antara lain karbon dioksida (CO2), nitrogen oksida (NOx),dan sulfur dioksida (SO2) yang menyebabkan pencemaran udara (hujan asam, smog dan pemanasan global).
Emisi NOx (Nitrogen oksida) adalah pelepasan gas NOx ke udara. Di udara, setengah dari konsentrasi NOx berasal dari kegiatan manusia (misalnya pembakaran bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik dan transportasi), dan sisanya berasal dari proses alami (misalnya kegiatan mikroorganisme yang mengurai zat organik). Di udara, sebagian NOx tersebut berubah menjadi asam nitrat (HNO3) yang dapat menyebabkan terjadinya hujan asam.
Emisi SO2 (Sulfur dioksida) adalah pelepasan gas SO2 ke udara yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dan peleburan logam. Seperti kadar NOx di udara, setengah dari konsentrasi SO2 juga berasal dari kegiatan manusia. Gas SO2 yang teremisi ke udara dapat membentuk asam sulfat (H2SO4) yang menyebabkan terjadinya hujan asam.
Emisi gas NOx dan SO2 ke udara dapat bereaksi dengan uap air di awan dan membentuk asam nitrat (HNO3) dan asam sulfat (H2SO4) yang merupakan asam kuat. Jika dari awan tersebut turun hujan, air hujan tersebut bersifat asam (pH-nya lebih kecil dari 5,6 yang merupakan pH “hujan normal”), yang dikenal sebagai “hujan asam”. Hujan asam menyebabkan tanah dan perairan (danau dan sungai) menjadi asam. Untuk pertanian dan hutan, dengan asamnya tanah akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman produksi. Untuk perairan, hujan asam akan menyebabkan terganggunya makhluk hidup di dalamnya. Selain itu hujan asam secara langsung menyebabkan rusaknya bangunan (karat, lapuk).
Smog merupakan pencemaran udara yang disebabkan oleh tingginya kadar gas NOx, SO2, O3 di udara yang dilepaskan, antara lain oleh kendaraan bermotor, dan kegiatan industri. Smog dapat menimbulkan batuk-batuk dan tentunya dapat menghalangi jangkauan mata dalam memandang.
Emisi CO2 adalah pemancaran atau pelepasan gas karbon dioksida (CO2) ke udara. Emisi CO2 tersebut menyebabkan kadar gas rumah kaca di atmosfer meningkat, sehingga terjadi peningkatan efek rumah kaca dan pemanasan global. CO2 tersebut menyerap sinar matahari (radiasi inframerah) yang dipantulkan oleh bumi sehingga suhu atmosfer menjadi naik. Hal tersebut dapat mengakibatkan perubahan iklim dan kenaikan permukaan air laut.
Emisi CH4 (metana) adalah pelepasan gas CH4 ke udara yang berasal, antara lain, dari gas bumi yang tidak dibakar, karena unsur utama dari gas bumi adalah gas metana. Metana merupakan salah satu gas rumah kaca yang menyebabkan pemasanan global.
Batu bara selain menghasilkan pencemaran (SO2) yang paling tinggi, juga menghasilkan karbon dioksida terbanyak per satuan energi. Membakar 1 ton batu bara menghasilkan sekitar 2,5 ton karbon dioksida. Untuk mendapatkan jumlah energi yang sama, jumlah karbon dioksida yang dilepas oleh minyak akan mencapai 2 ton sedangkan dari gas bumi hanya 1,5 ton
Dampak Terhadap Perairan
Eksploitasi minyak bumi, khususnya cara penampungan dan pengangkutan minyak bumi yang tidak layak, misalnya: bocornya tangker minyak atau kecelakaan lain akan mengakibatkan tumpahnya minyak (ke laut, sungai atau air tanah) dapat menyebabkan pencemaran perairan. Pada dasarnya pencemaran tersebut disebabkan oleh kesalahan manusia.
Dampak Terhadap Tanah
Dampak penggunaan energi terhadap tanah dapat diketahui, misalnya dari pertambangan batu bara. Masalah yang berkaitan dengan lapisan tanah muncul terutama dalam pertambangan terbuka (Open Pit Mining). Pertambangan ini memerlukan lahan yang sangat luas. Perlu diketahui bahwa lapisan batu bara terdapat di tanah yang subur, sehingga bila tanah tersebut digunakan untuk pertambangan batu bara maka lahan tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk pertanian atau hutan selama waktu tertentu.
Tahap Persiapan Penambangan (Mining Development)
Pembukaan atau pembersihan lahan (land clearing)
sebaiknya dilaksanakan secara bertahap, artinya hanya bagian lahan yang
akan langsung atau segera ditambang. Setelah penebasan atau pembabatan
selesai, maka tanah pucuk (top soil) yang berhumus dan biasanya subur jangan dibuang
bersama-sama dengan tanah penutup yang biasanya tidak subur, melainkan
harus diselamatkan dengan cara menimbun ditempat yang sama, kemudian
ditanami dengan tumbuh-tumbuhan penutup yang sesuai (rumput-rumputan dan
semak-semak), sehingga pada saatnya nanti masih dapat dimanfaatkan
untuk keperluan reklamasi lahan bekas tambang.
Pada saat mengupas tanah penutup (striping of overburden)
jalan-jalan angkut yang dilalui alat-alat angkut akan berdebu, oleh
sebab itu perlu disiram air secara berkala. Bila keadaan lapangan memungkinkan,
hasil pengupasan tanah penutup jangan diibuang kearah lembah-lembah
yang curam, karena hal ini akan memperbesar erodibilitas lahan yang
berarti akan menambah jumlah tanah yang akan terbawa air sebagai lumpur
dan menurunkan kemantapan lereng (slope stability).
Bila tumpukan tanah tersebut berada ditempat penimbunan yang relatif
datar, maka tumpukan itu harus diusahakan berbentuk jenjang- jenjang (benches) dengan kemiringan keseluruhan (overall bench slope) yang landai. Disamping itu cara pengupasan tanah penutup sebaiknya memakai metoda nisbah pengupasan yang konstan (constant stripping ratio method) atau metoda nisbah pengupasan yang semakin besar (increasing stripping ratio method) sehingga luas lahan yang terkupas tidak sekaligus besar.
Tahap Penambangan
Untuk metoda penambangan bawah tanah (underground mining)
dampak negatifnya terhadap lingkungan hidup agak terbatas. Yang perlu
diperhatikan dan diwaspadai adalah dampak pembuangan batuan samping (country rock/waste) dan air berlumpur hasil penirisan tambang (mine drainage). Kecuali untuk metode ambrukan (caving method) yang dapat merusak bentang alam (landscape) atau morfologi, karena terjadinya amblesan (surface subsidence).
Metoda penambangan bawah tanah yang dapat mengurangi timbulnya gas-gas
beracun dan berbahaya adalah penambangan dengan “auger” (auger mining), karena untuk pemberaiannya (loosening) tidak memakai bahan peledak.
Untuk
menekan terhamburnya debu ke udara, maka harus dilakukan penyiraman
secara teratur disepanjang jalan angkut, tempat-tempat pemuatan,
penimbunan dan peremukan (crushing). bahkan disetiap tempat perpindahan (transfer point) dan peremukan sebaiknya diberi bangunan penutup serta unit pengisap debu
Untuk menghindari timbulnya getaran (ground vibration) dan lemparan batu (fly rock) yang berlebihan sebaiknya diterapkan cara-cara peledakan yang benar, misalnya dengan menggunakan detonator tunda (millisecond delay detonator) dan peledakan geometri (blasting geometry) yang tepat.
Lumpur dari penirisan tambang tidak boleh langsung dibuang ke badan air (sungai, danau atau laut), tetapi harus ditampung lebih dahulu di dalam kolam-kolam pengendapan (settling pond) atau unit pengolahan limbah (treatment plant) terutama sekali bila badan air bebas itu dipakai untuk keperluan domestik oleh penduduk yang bermukim disekitarnya
Segera
melaksanakan cara-cara reklamasi/ rehabilitasi/restorasi yang baik
terhadap lahan-lahan bekas penambangan. Misalnya dengan meratakan
daerah-daerah penimbunan tanah penutup atau bekas penambangan yang telah
ditimbun kembali (back filled areas) kemudian ditanami vegetasi penutup (ground cover vegetation) yang nantinya dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi lahan
pertanian atau perkebunan. Sedangkan cekungan-cekungan bekas
penambangan yang berubah menjadi genangan-genangan air atau kolam-kolam
besar sebaiknya dapat diupaya
kan agar dapat dikembangkan pula menjadi tempat budi-daya ikan atau tempat rekreasi.
PENYEHATAN LINGKUNGAN PERTAMBANGAN
Program
Lingkungan Sehat bertujuan untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang
lebih sehat melalui pengembangan system kesehatan kewilayahan untuk
menggerakkan pembangunan lintas sektor berwawasan kesehatan.
Adapun kegiatan pokok untuk mencapai tujuan tersebut meliputi: (1). Penyediaan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Dasar (2) Pemeliharaan dan Pengawasan Kualitas Lingkungan (3) Pengendalian dampak risiko lingkungan (4) Pengembangan wilayah sehat.
Pencapaian tujuan penyehatan lingkungan merupakan akumulasi berbagai pelaksanaan kegiatan dari berbagai lintas sektor, peran swasta dan masyarakat dimana pengelolaan kesehatan lingkungan merupakan penanganan yang paling kompleks, kegiatan tersebut sangat berkaitan antara satu dengan yang lainnya yaitu dari hulu berbagai lintas sector ikut serta berperan (Perindustrian, KLH, Pertanian, PU dll) baik kebijakan dan pembangunan fisik dan Departemen Kesehatan sendiri terfokus kepada hilirnya yaitu pengelolaan dampak kesehatan.
Sebagai gambaran pencapaian tujuan program lingkungan sehat disajikan dalam per kegiatan pokok melalui indikator yang telah disepakati serta beberapa kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut:
1. Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi
Adanya perubahan paradigma dalam pembangunan sektor air minum dan penyehatan lingkungan dalam penggunaan prasarana dan sarana yang dibangun, melalui kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan yang ditandatangani oleh Bappenas, Departemen Kesehatan, Departemen Dalam Negeri serta Departemen Pekerjaan Umum sangat cukup signifikan terhadap penyelenggaraan kegiatan penyediaan air bersih dan sanitasi khususnya di daerah. Strategi pelaksanaan yang diantaranya meliputi penerapan pendekatan tanggap kebutuhan, peningkatan sumber daya manusia, kampanye kesadaran masyarakat, upaya peningkatan penyehatan lingkungan, pengembangan kelembagaan dan penguatan sistem monitoring serta evaluasi pada semua tingkatan proses pelaksanaan menjadi acuan pola pendekatan kegiatan penyediaan Air Bersih dan Sanitasi.
Direktorat Penyehatan Lingkungan sendiri guna pencapaian akses air bersih dan sanitasi diperkuat oleh tiga Subdit Penyehatan Air Bersih, Pengendalian Dampak Limbah, Serta Penyehatan Sanitasi Makanan dan Bahan Pangan juga didukung oleh kegiatan dimana Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan donor agency internasional, seperti ADB, KFW German, WHO, UNICEF, dan World Bank yang diimplementasikan melalui kegiatan CWSH, WASC, Pro Air, WHO, WSLIC-2 dengan kegiatan yang dilaksanakan adalah pembinaan dan pengendalian sarana dan prasarana dasar pedesaan masyarakt miskin bidang kesehatan dengan tujuan meningkatkan status kesehatan, produktifitas, dan kualitas hidup masyarakat yang berpenghasilan rendah di pedesaan khususnya dalam pemenuhan penyediaan air bersih dan sanitasi.
Pengalaman masa lalu yang menunjukkan prasarana dan sarana air minum yang tidak dapat berfungsi secara optimal untuk saat ini dikembangkan melalui pendekatan pembangunan yang melibatkan masyarakat (mulai dari perencanaan, konstruksi, kegiatan operasional serta pemeliharaan). Disadari
bahwa dari perkembangan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan serta didukung oleh berbagai lintas sektor terkait (Bappenas, Depdagri dan PU) melalui kegiatan CWSH, WASC, Pro Air, WSLIC-2 terdapat beberapa kemajuan yang diperoleh khususnya dalam peningkatan cakupan pelayanan air minum dan sanitasi dasar serta secara tidak langsung meningkatkan derajat kesehatan.
Berdasarkan sumber BPS tahun 2006, pada tabel berikut: akses rumah tangga terhadap pelayanan air minum s/d tahun 2006, terjadi peningkatan cakupan baik di perkotaan maupun perdesaan, yaitu di atas 70%. Bila dibandingkan dengan tahun 2005 terjadi penurunan hal ini disebabkan oleh adanya perubahan kriteria penentuan akses air minum. Terlihat pada grafik 2.97 berikut:
Grafik 2.97
Akses Rumah Tangga Terhadap Air Minum
Tahun 1995 s/d 2006
Dari segi kualitas pelayanan Air Minum yang merupakan tupoksi dari Departemen
Kesehatan, Direktorat Penyehatan Lingkungan telah melakukan berbagai kegiatan melalui pelatihan surveilans kualitas air bagi para petugas Provinsi/Kabupaten/Kota/Puskesmas, bimbingan teknis program penyediaan air bersih dan sanitasi kepada para pengelola program di jajaran provinsi dan kabupaten/kota hal ini bertujuan untuk peningkatan kualitas pengelola program dalam memberikan air yang aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat.
Untuk indikator kualitas air yang dilaporkan baik dari air bersih maupun air minum yang dilihat dari aspek Bakteriologis (E.Coli dan Total Coliform) terlihat adanya penurunan pencapaian cakupan, hal ini karena baru 11 provinsi yang melaporkan dan terlihat masih dibawah nilai target cakupan yang ditetapkan tahun 2006 (Target Air minum 81% dan air bersih 56,5%) dengan keadaan ini perlu adanya penguatan dari jajaran provinsi melalui peningkatan kapasitas (pendanaan, laboratorium yang terakreditasi, kemampuan petugas) dan regulasi sehingga daerah dapat lebih meningkatkan kegiatan layanan terkait kualitas air minum.
Adapun kegiatan pokok untuk mencapai tujuan tersebut meliputi: (1). Penyediaan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Dasar (2) Pemeliharaan dan Pengawasan Kualitas Lingkungan (3) Pengendalian dampak risiko lingkungan (4) Pengembangan wilayah sehat.
Pencapaian tujuan penyehatan lingkungan merupakan akumulasi berbagai pelaksanaan kegiatan dari berbagai lintas sektor, peran swasta dan masyarakat dimana pengelolaan kesehatan lingkungan merupakan penanganan yang paling kompleks, kegiatan tersebut sangat berkaitan antara satu dengan yang lainnya yaitu dari hulu berbagai lintas sector ikut serta berperan (Perindustrian, KLH, Pertanian, PU dll) baik kebijakan dan pembangunan fisik dan Departemen Kesehatan sendiri terfokus kepada hilirnya yaitu pengelolaan dampak kesehatan.
Sebagai gambaran pencapaian tujuan program lingkungan sehat disajikan dalam per kegiatan pokok melalui indikator yang telah disepakati serta beberapa kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut:
1. Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi
Adanya perubahan paradigma dalam pembangunan sektor air minum dan penyehatan lingkungan dalam penggunaan prasarana dan sarana yang dibangun, melalui kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan yang ditandatangani oleh Bappenas, Departemen Kesehatan, Departemen Dalam Negeri serta Departemen Pekerjaan Umum sangat cukup signifikan terhadap penyelenggaraan kegiatan penyediaan air bersih dan sanitasi khususnya di daerah. Strategi pelaksanaan yang diantaranya meliputi penerapan pendekatan tanggap kebutuhan, peningkatan sumber daya manusia, kampanye kesadaran masyarakat, upaya peningkatan penyehatan lingkungan, pengembangan kelembagaan dan penguatan sistem monitoring serta evaluasi pada semua tingkatan proses pelaksanaan menjadi acuan pola pendekatan kegiatan penyediaan Air Bersih dan Sanitasi.
Direktorat Penyehatan Lingkungan sendiri guna pencapaian akses air bersih dan sanitasi diperkuat oleh tiga Subdit Penyehatan Air Bersih, Pengendalian Dampak Limbah, Serta Penyehatan Sanitasi Makanan dan Bahan Pangan juga didukung oleh kegiatan dimana Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan donor agency internasional, seperti ADB, KFW German, WHO, UNICEF, dan World Bank yang diimplementasikan melalui kegiatan CWSH, WASC, Pro Air, WHO, WSLIC-2 dengan kegiatan yang dilaksanakan adalah pembinaan dan pengendalian sarana dan prasarana dasar pedesaan masyarakt miskin bidang kesehatan dengan tujuan meningkatkan status kesehatan, produktifitas, dan kualitas hidup masyarakat yang berpenghasilan rendah di pedesaan khususnya dalam pemenuhan penyediaan air bersih dan sanitasi.
Pengalaman masa lalu yang menunjukkan prasarana dan sarana air minum yang tidak dapat berfungsi secara optimal untuk saat ini dikembangkan melalui pendekatan pembangunan yang melibatkan masyarakat (mulai dari perencanaan, konstruksi, kegiatan operasional serta pemeliharaan). Disadari
bahwa dari perkembangan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan serta didukung oleh berbagai lintas sektor terkait (Bappenas, Depdagri dan PU) melalui kegiatan CWSH, WASC, Pro Air, WSLIC-2 terdapat beberapa kemajuan yang diperoleh khususnya dalam peningkatan cakupan pelayanan air minum dan sanitasi dasar serta secara tidak langsung meningkatkan derajat kesehatan.
Berdasarkan sumber BPS tahun 2006, pada tabel berikut: akses rumah tangga terhadap pelayanan air minum s/d tahun 2006, terjadi peningkatan cakupan baik di perkotaan maupun perdesaan, yaitu di atas 70%. Bila dibandingkan dengan tahun 2005 terjadi penurunan hal ini disebabkan oleh adanya perubahan kriteria penentuan akses air minum. Terlihat pada grafik 2.97 berikut:
Grafik 2.97
Akses Rumah Tangga Terhadap Air Minum
Tahun 1995 s/d 2006
Dari segi kualitas pelayanan Air Minum yang merupakan tupoksi dari Departemen
Kesehatan, Direktorat Penyehatan Lingkungan telah melakukan berbagai kegiatan melalui pelatihan surveilans kualitas air bagi para petugas Provinsi/Kabupaten/Kota/Puskesmas, bimbingan teknis program penyediaan air bersih dan sanitasi kepada para pengelola program di jajaran provinsi dan kabupaten/kota hal ini bertujuan untuk peningkatan kualitas pengelola program dalam memberikan air yang aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat.
Untuk indikator kualitas air yang dilaporkan baik dari air bersih maupun air minum yang dilihat dari aspek Bakteriologis (E.Coli dan Total Coliform) terlihat adanya penurunan pencapaian cakupan, hal ini karena baru 11 provinsi yang melaporkan dan terlihat masih dibawah nilai target cakupan yang ditetapkan tahun 2006 (Target Air minum 81% dan air bersih 56,5%) dengan keadaan ini perlu adanya penguatan dari jajaran provinsi melalui peningkatan kapasitas (pendanaan, laboratorium yang terakreditasi, kemampuan petugas) dan regulasi sehingga daerah dapat lebih meningkatkan kegiatan layanan terkait kualitas air minum.
PENCEMARAN DAN PENYAKIT-PENYAKIT YANG MUNGKIN TIMBUL KARENA AKTIFITAS PERTAMBANGAN
Menurut saya pertambangan memang sangat berperan penting bagi jaman sekarang. Soalnya semua kehidupan di bumi ini menggunakan bahan-bahan yang ada di pertambangan. Contohnya;
a.Biji besi digunakan sebagai bahan dasar membuat alat-alat rumah tangga,mobil,motor,dll
b.Alumunium digunakan sebagai bahan dasar membuat pesawat
c.Emas digunakan untuk membuat kalung,anting,cincin
d.Tembaga digunakan sebagai bahan dasar membuat kabel
e.Dan masih banyak lagi seperti perak,baja,nikel,batu bara,timah,pasir kaca,dll
Seperti yang dikatakan bahwa dimana ada suatu aktivitas pasti disitu ada kerusakan lingkungan. Dan kerusakan lingkungan di pertambangan adalah;
1. Pembukaan lahan secara luas
Dalam
masalah ini biasanya investor membuka lahan besar-besaran,ini
menimbulkan pembabatan hutan di area tersebut. Di takutkan apabila area
ini terjadi longsor banyak memakan korban jiwa.
2. Menipisnya SDA yang tidak bisa diperbarui.
Hasil
petambangan merupakan Sumber Daya yang Tidak Dapat diperbarui lagi. Ini
menjadi kendala untuk masa-masa yang akan datang. Dan bagi penerus atau
cicit-cicitnya.
3. Masyarakat dipinggir area pertambangan menjadi risih.
3. Masyarakat dipinggir area pertambangan menjadi risih.
Biasanya
pertambangan membutuhkan alat-alat besar yang dapat memecahkan telinga.
Dan biasanya kendaraan berlalu-lalang melewati jalanan warga. Dan
terkadang warga menjadi kesal.
4. Pembuangan limbah pertambangan yang tidak sesuai tempatnya.
4. Pembuangan limbah pertambangan yang tidak sesuai tempatnya.
Dari
sepenggetahuan saya bahwa ke banyakan pertambangan banyak membuang
limbahnya tidak sesuai tempatnya. Biasanya mereka membuangnya di
kali,sungai,ataupun laut. Limbah tersebut tak jarang dari sedikit tempat
pertambangan belum di filter. Hal ini mengakibatkan rusaknya di sector
perairan.
5. Pencemaran udara atau polusi udara.
5. Pencemaran udara atau polusi udara.
Di
saat pertambangan memerlukan api untuk meleburkan bahan mentah,biasanya
penambang tidak memperhatikan asap yang di buang ke udara. Hal ini
mengakibatkan rusaknya ozon.
Sejauh mana Anda mengetahui tentang cara pengelolaan pembangunan Pertambangan
Dari petinjauan saya,bahwa pengelolaan pembangunan pertambangan membutuhkan dana dari investor,tenaga kerja yang terlatih,alat-alat pertambangan,dan area pertambangan. Dari survey saya, pertambangan di Indonesia ada dua jenis, yang pertama lewat jalan illegal,yang kedua non-ileggal. Biasanya yang membedakan illegal dan non-illegal adalah hak pertambangan meliputi pajak negara.
Dari petinjauan saya,bahwa pengelolaan pembangunan pertambangan membutuhkan dana dari investor,tenaga kerja yang terlatih,alat-alat pertambangan,dan area pertambangan. Dari survey saya, pertambangan di Indonesia ada dua jenis, yang pertama lewat jalan illegal,yang kedua non-ileggal. Biasanya yang membedakan illegal dan non-illegal adalah hak pertambangan meliputi pajak negara.
Penanaman modal untuk pertambangan terhitung milyaran ataupun trilyunan. Sedangkan area pertambangan di Indonesia tersebar dimana-mana. Investor-investor yang menanamkan modalnya biasanya takut bangkrut,dikarenakan rupiah sangat kecil nilainya.
Sebutkan beberapa jenis kecelakaan yang sering terjadi di pertambangan
Dari pengalaman yang terjadi, di area pertambangan biasanya tertimbun dalam area tersebut. Ini biasanya dikarenakan gempa atau retaknya lapisan tanah. Adapun kecelakaan dikarenakan lalai atau ceroboh disaaat bekerja. Hal ini sering terjadi di area pertambangan,dan tak ada satu orang pun yang tewas karena hal seperti itu.
Biasanya
dapat dilihat bahwa dari sisi keamanan belum terjamin keselamatannya.
Hal ini menjadi bertambahnya angka kematian di area pertambangan. Memang
jelas berbeda dari pertambangan yang terdapat di negara meju. Negara
mereka menggunakan alat-alat yang lebih canggih lagi dari pada negara
kita. Dan tingkat keselamatan jauh lebih aman dari pada di negara ini.
REFERENSI :
SUMBER: http://www.kamase.org
Langganan:
Postingan (Atom)